Berbicara mengenai hakikat penerjemahan, maka akan terlihat dari pengertian dari proses terjemah itu sendiri.
Jika pada tulisan yang lalu telah dipaparkan mengenai pengertian atau definisi terjemah, maka hakikat terjemah adalah sebagaimana pendapat para pakar berikut ini:
- Moeliono (1989: 195) memandang bahwa hakikat terjemah adalah kegiatan mereproduksi amanat atau pesan dari bahasa sumber dengan padanan yang paling mirip di dalam bahasa penerima
- Nida (1982:24) pandangan Moeliono tentang hakikat terjemah sejalan dengan Nida yang memandang bahwa hakikat penerjemahan adalah hasil reproduksi pesan paling wajar dan alamiah dari bahasa sumber ke bahasa penerima dengan mengedepankan unsur makna dan gaya bahasa.
- Catford (1965:42) memandang bahwa hakikat penerjemahan adalah penggantian nas bahasa sumber ke bahasa penerima yang ekuivalen.
Sehingga, dari beberapa pengertian hakikat penerjemahan di atas, pada dasarnya hakikat penerjemahan sangat mengedepankan ekuivalensi (persamaan) agar dalam proses penerjemahan keaslihan makna nash terjemahan dapat terjaga. Inilah yang kemudian oleh Larson (1084:3) ditegaskan bahwa proses ekuivalensi merupakan kegiatan utama dalam proses penerjemahan.
Selanjutnya, Ekuivalensi tersebut sangat erat kaitannya dengan unsur-unsur linguistik yang ada di dalam bahasa penerima alias unsur-unsur linguistik yang diekuivalensikan dengan bahasa penerima adalah sebagai berikut:
- Masalah Ejaan
- Morfologi,
- Leksikon,
Referensi:
Syihabudin, Penerjemahan Arab-Indonesia: Teori dan Praktik
0 Komentar