17 Januari 2022- Siapa yang tidak mengenal bahasa Arab? salah satu bahasa yang digadang-gadang sebagai bahasa yang paling tua, bahasa surga, dan bahasa peribadatan, atau istilah-istilah penamaan lain yang berhubungan dengan bahasa Arab dalam benak masyarakat Indonesia? Sudah barang tentu, kita mengenal bahasa ini sedari sebelum dan akan memasuki masa usia baligh. karena taklif yang diterima oleh kita sebagai umat Islam sangat berhubungan dengan bahasa Arab.
.
4 Keterampilan Bahasa Arab
Pembelajaran bahasa Arab di berbagai dunia pendidikan termasuk tingkatannya pada umumnya bertujuan untuk menguasai 4 keterampilan berbahasa (al Maharat al Lughawiyah). Diantara 4 keterampilan bahasa tersebut adalah:
- Maharah Istima' (mendengar)
- Maharah Kalam (berbicara)
- Maharah Qira'ah (membaca)
- Maharah Kitabah (menulis)
.
Jika kita mengulas buku-buku pembelajaran bahasa Arab tersebut, pasti akan menemukan fenomena bahwa keterampilan pertama yang diajarkan terlebih dahulu adalah keterampilan mendengar (maharat al istima') sebelum akhirnya diikuti oleh keterampilan berbicara (maharat al kalam), keterampilan membaca (maharat al qira'ah), dan keterampilan menulis (maharat al kitabah).
Tahukah anda? mengapa pengarang buku-buku pembelajaran bahasa Arab tersebut memulai urutan pembelajaran keterampilan berbahasa dari keterampilan mendengar terlebih dahulu dan bukan dimulai dari keterampilan berbicara atau keterampilan membaca atau keterampilan mendengar?
.
Indera Pendengaran Perspektif al-Qur'an
Adanya pendahuluan pembelajaran keterampilan mendengar dalam sebuah urutan pembelajaran keterampilan berbahasa, tidak terkecuali bahasa Arab adalah karena perspektif al-Qur'an yang mendahulukan penyebutan indera pendengaran dibandingkan dengan indera-indera yang lain seperti indera penglihatan.
.
Diantara ayat al-Qur'an yang mendahulukan penyebutan indera pendengaran adalah sebagai berikut:
- Surat an-Nisa ayat 58:
- Surat as-Syura ayat 11:
- Surat al-Isra ayat 36:
Dari ayat-ayat di atas, diketahui bahwa al-Qur'an menyebutkan indera pendengaran dan mendahulukannya dari indera penglihatan, bahkan al-Qur'an lebih menitikberatkan kemampuan mendengar dan menjadikannya hal yang paling pertama diantara kekuatan mengetahui dan memahami yang telah Allah titipkan pada umat manusia. Terlepas dari itu, ternyata Allah SWT juga menyebutkan indera pendengaran dalam al-Qur'an sebanyak kurang lebih 27 kali atau posisi dan penyebutan tersebut sekali lagi untuk mempertegas bahwa kemampuan mendengar itu lebih tajam, sensitif, dan peka dibandingkan dengan kemampuan melihat.
.
Indera Pendengaran Pada Masa Risalah Kenabian
Metode inilah (melalui pendengaran) yang telah digunakan Rasulullah dalam menyebarkan agama Islam sekaligus menjelaskan ajaran-ajaran agama Islam. Metode ini pula yang digunakan oleh para Sahabat setelah masa kenabian. Di mana, mereka telah mensukseskan hafalan al-Qur'annya karena wasilah atau perantara dari apa yang telah mereka dengarkan dari Rasulullah kemudian mereka salurkan kepada generasi penerus setelahnya sesuai yang mereka dengar dari Rasulullah. Oleh karena itu, barang siapa yang ingin menghafal al-Qur'an dengan baik dan benar sesuai apa yang telah diwahyukan kepada Rasulullah, maka ia harus bersinergi dengan orang lain dengan cara "Talqinan" kemudian baru "hifdzan". Gaya seperti ini (Talqin dan Hafalan) secara turun-temurun sampai pada generasi sekarang dan sama persis dengan apa yang dibawa oleh malaikat Jibril AS di samping metode membaca. Karena ada beberapa surat-surat pembuka seperti: ألم، حم، عسق، كهيعص yang tidak dapat dibaca kecuali jika seseorang mendengarkannya dari orang yang telah hafal. Dan cara membacanyapun tidak lain dan tidak lain bersumber dari malaikat Jibril AS.
نَزَلَ بِهِ الرُّوْحُ الأَمِيْن عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُوْنَ مِنَ الْمُنْدَرِيْنَ
"dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan" (Asy-Syu;aro: 193-194) (sumber: tafsirq.com)
Referensi:
Abdul Rahman Al Hasyimi, Faizah Al Azawi, Tadris Maharat Al Istima' min Mandzurin Waqi'iyyin, (Oman: Daar al Manaahij, 2004, Hal. 20-21)
0 Komentar