Sudah sangat familiar bahwa dalam segala bidang keilmuan, termasuk seni penerjemahan, terdapat beragam asumsi-asumsi yang akan senantiasa menjadi dalil bagi pegiat kegiatan keilmuan tersebut. Bagi seorang penerjemah yang tidak memiliki latar belakang pendidikan formalpun, jika ia mahir dalam pengalamannya menerjemahkan,akan memiliki prinsip atau carayang digunakan untuk megurai probematika penerjemahan yang dihadapinya.
Lantas, Asumsi-asumsi apa sajakah yang mendasari sebuah teori penerjemahan? berikut ulasannya:
Diantara beberapa asumsi-asumsi yang melekat dalam dunia penerjemahan adalah sebagai berikut:
- kegiatan penerjemahan merupakan kegiatan kompleks karena menuntut seorang penerjemah untuk memahami segala aspek keilmuan yang dibutuhkan dalam duni penerjemahan, diantaranya: kemampuan memahami teori terjemah, kemampuan memahami bahasa sumber dan bahasa tujuan, memahami kebudayaan antar bahasa, pemahaman terhadap berbagai macam ilmu dan lain-lain.
- budaya antar bangsa sangatlah berbeda. hal tersebut menuntut seorang penerjemah untuk memahami ekuivalensi (persamaan kata terdekat antar bahasa) yang merupakan unsur terpenting dalam dunia penerjemahan.
- penerjemah memiliki posisi sebagai komunikator antara pengarang dan pembaca. ia sebagai pengantar pemahaman dari seorang pengarang kepada seorang pembaca. melalui bahasa penerjemahannya.
- penerjemahan yang baik adalah penerjemahan yang benar (makna terjemahan bahasa sama dengan makna pada bahasa sumber), jelas (hasil terjemahan mudah dipahami), wajar (bahasa terjemah seakan-akan bukan bahasa terjemahan).
- proses penerjemahan memiliki daerah otonom sendiri,alias dapat memposisikan diri sebagai pengganti bahasa nas sumber.
- penerjemah dituntut untuk memahami pokok bahasan, pengetahuan tentang bahasa sumber dan bahasa tujuan sekaligus bersikap jujur dalam penerjemahannya.
- seorang yang mengajarkan terjemahan dituntut untuk mengikuti landasan teori penerjemahan.
Asumsi-asumsi di atas dapat memberikan ruang kritik kepada siapapun tak terkecuali para pegiat dunia penerjemahan. Hal tersebut sebagai hasil tidak adanya kriteria uji keabasahannya sebagai suatu prinsip ataupun teori dalam dunia penerjemahan. Bahkan asumsi-asumsi demikian sifatnya tidak universal tergantung pada nas yang akan diterjemahkan.
Referensi:
Syihabuddin, Penerjemahan Arab-Indonesia:Teori & Praktik
0 Komentar