Taqlid Dalam Kacamata Anti Madzhab “Alla Madzhabiyah” Karya Dr. Syaikh Muhammad Said Ramadhan Al Bhuti
Islam merupakan salah
satu agama yang sangat komplit dalam mengatur kehidupan para pengikutnya
(pemeluk). Baik aturan tersebut dalam perkara ibadah (hubungan dengan Tuhan),
muamalah (hubungan antar manusia), munakahat (pernikahan), dan Jinayat
(kejahatan dan hukuman).
Bahkan hukum-hukum yang
ada di dalam Al-Qur’an dan Sunnah sebagiannya merupakan hukum yang masih mujmal
(masih perlu penjelasan). Jika tidak dalam Al-Qur’an dan As Sunah, maka perlu
mengambil dari sumber-sumber lain. Walaupun sumber-sumber yang lain sangatlah
banyak seperti qul shahabiy (perkataan seorang sahabat), Urf (Hal yang biasa
dan lazim dilakukan dalam suatu masyarakat), istihsan (menganggap baik),
istishab, dan lain-lain, namun umber-sumber tersebut oleh para jumhur ulama hanya
ada 4 yang disepakat, yaitu Al Qur’an, As Sunnah, Ijma (kesepakatan para ulama), dan Qiyas
(persamaan hukum).
Akan tetapi, dari
banyaknya sumber tersebut,muncul sekelompok yang menamai diri sebagai “anti madzhab”.
Kelompok tersebut tidak percaya sumber-sumber selain Al Qur’an dan As Sunnah. Bahkan
mereka sangat mencela Taqlid, dan mengagungkan ittiba.
Lantas,
Apa makna taqlid itu
sendiri? Apa makna ittiba?
Mengapa membahas taqlid? Prinsip
apakah yang dapat dijadikan pijakan untuk bertaqlid? Bagaimana taqlid yang
muttafaq alaih (disepakati oleh para jumhur ulama)?
Simak ulasannya berikut
ini:
Definisi Taqlid
Taqlid merupakan sebuah
prinsip mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dalil yang menunjukkan
atas kebenaran dalil tersebut alias bermadzhab
Taqlid diwajibkab bagi
orang yang tidak mampu dalam berijtihad dan menggali hukum dalam al-Qur’an. Lawan
dari taqlid sendiri adalah ittiba
Dasar Taqlid Mengikuti
Madzhab
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ
كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا
قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ (التوبة:
١٢٢)
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi
semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama
dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ إِلَّا رِجَالًا نُوحِي إِلَيْهِمْ ۚ
فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (النحل: ٤٣)
Dan Kami tidak mengutus
sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka;
maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak
mengetahui
Ayat-ayat di atas menjadi
suatu pijakan atau dasar atas diwajibkannya taqlid (mengikuti salah satu dari 4
madhzab) bagi orang yang tidak mampu menentukan atau menggali hukum dari
nash-nash al-qur’an
Mengapa Membahas
Taqlid?
Taqlid tidak serta merta tanpa adanya unsur yang membuatnya harus di sampaikan dalam berbagai forum ilmiah, Hal tersebut melainkan karena adanya beberapa sebab:
- Ada anggapan bahwa hukum islam itu sedikit, sehingga tidak perlu taqlid
- Adanya anggapan bahwa 4 madzhab hanyalah pendapat beberapa persoalan yang menurut orang anti madzhab tidak diwajibkan oleh Allah dan Rasulnya untuk diikuti
- Adanya anggapan bahwa 4 madzhab adalah pesaing nabi dan perkara yang mengada-ada
- Adanya anggapan bahwa taqliditu tercela, sedangkan ittiba itu adalah terpuji
Dari sinilah muncul
istilah “Anti Madzhab” dimana mereka:
- Hanya berpedoman pada Al-Qur’an dan Sunnah dan tidak percaya madzhab
- Mengharamkan mengikuti madzhab dengan berkara: Al Qur’an dan As sunnah itu maksum (pasti benar), sedangkan madzhab itu tidak maksum (pasti ada salah)
- Menganggap bahwa mengikuti madzhab adalah perkara sesat
Dari gambaran di atas,
maka dapat ditarik benang merah bahwa istilah “ittiba” yang digaungkan oleh
orang-orang yang anti madzhab adalah sebuah tindakan hanya mengikuti Al Qur’an
dan As Sunnah dengan penggalian hukum dari diri sendiri tanpa mengikuti
madzhab-madzhab 4 yang mu’tabar (disepakati kredibilitasnya).
Prinsip Taqlid yang Disepakati
- PERTAMA, Orang yang bertaqlid kepada suatu madzhab tidak wajib untuk terus mengikuti madzab tersebut alias tidak ada larangan untuk pindah madhzab. Jika sudah mampu memahami pendapat imam madzhab, maka ia boleh bermadzab sesuai kehendaknya.
- KEDUA, Ketika seseorang telah mampu mengetahui dalil-dalil Al-Qur’an, sunnah, dan metode ijtihad secara benar maka ia dilarang bertaqlid. Pun demikian kalau ia telah mampu berijtihad tidak boleh mengunggulkan pendapat seorang imam madzhab dibanding pendapatnya sendiri.
- KETIGA, Semua madzhab adalah benar, maksdnya ketika para imam belum yakin dengan hakikat hukum-hukum ijtihadi yang dikehendaki Allah kepada hambaNYA, maka ijtihad para imam itu ditolerir oleh Allah, sehingga para imam tersebut juga harus mengamalkan hukum sesuai ijtihadnya.
0 Komentar